“Welcoming the sacred month by giving to others in need“
Hidup sebatang kara, Mbah Tuminem (80) bekerja sebagai pemecah batu di bantaran Kali Progo selama 35 tahun lamanya untuk bertahan hidup.
Selain tulang dan sendinya yang sudah renta, Mbah memiliki keterbatasan fisik lainnya, yaitu ia adalah seorang tunanetra.
Dalam kegelapan penglihatannya, Setiap hari Mbah Tuminem berjalan tempuh kiloan meter menuju bantaran Kali Progo untuk menjemput rejeki.
Hanya bermodalkan keranjang kecil, Mbah Tuminem mengambil dan menggendong puluhan kilo batuan kali dari sungai untuk dijual.
Satu keranjang pecahan batu tersebut hanya laku terjual Rp2.500. Itu pun jika ada orang yang mau membelinya.
Jika tidak, Mbah harus pulang dengan tangan kosong.
“Sehari ya kadang dapet 3 atau 4 tenggok. Kalau ada yang beli ya syukur, kalau nggak ya sudah berarti disuruh sabar dulu sama Gusti Allah,” ucap Mbah Tuminem.
Mbah Tuminem tidak pernah menyerah. Ia yakin rezeki itu sudah diatur oleh Tuhan. Mbah pun selalu bersyukur dan menyempatkan diri untuk bersedekah.
Kadang Mbah Tuminem harus minum dengan air mentah dari botol bekas yang sudah berlumut dan makan nasi sisa kemarin.
Jika ada nasi, Mbah Tuminem justru malah membagikannya untuk teman-teman di bantaran kali.
Atas segala keterbatasan dan kekurangan yang ia miliki, Mbah Tuminem masih memiliki keinginan untuk memberikan sembako bagi saudara-saudara Dhuafa di sekitarnya.
HOW TO HELP?